Kereta api ekonomi jurusan Bogor - Jakarta - Yoyakarta. Mereka berempat duduk berhadap-hadapan. Ahz duduk disebelah Vhanz, dan Natsu duduk di sebelah Juno. Kembali pulang ke Jogja untuk menyelesaikan kuliah semester akhir.
Lelah, letih, lesu, lunglai dan lemah. Mungkin itu penyakit 5L yang kini mereka rasakan. Semuanya mengantuk dan ingin cepat-cepat istirahat. Vhanz, Juno dan Natsu sudah menghempaskan diri mereka ke alam mimpi. Mereka tidur dengan posisi duduk.
Ahz pergi meninggalkan mereka yang tertidur kecapean. “Maafkan aku teman-temanku” batin Ahz. Semua barang-barangnya lengkap dia bawa. Keluar dari kereta yang akan berangakat.
Vhanz terjatuh. Disampingnya tidak ada Ahz. “kemana dia?”. Vhanz melihat keluar jendela. Ahz berdiri mematung. Ahz menoleh ke arah Vhanz. Ahz melambaikan tangan. Vhanz buru-buru keluar dari kereta. Tapi nampaknya kereta sudah melaju. Terlalu cepat. Vhanz takut untuk melompat. “Ahz” vhanz berteriak sekuat tenaga. Tapi yang tersisa hanya bayangan Ahz.
Ahz langsung memberhentikan angkutan umum. Buru-buru dia meninggalkan stasiun bogor. Bergegas sebelum perempuan yang dia suka kembali ke kotanya.
Waktu menunjukan jam 10 malam. Sudah sejak kemarin Ahz belum tidur. Seharusnya tadi siang dia tidur agar tidak kecapean. Ahz menepis semua rasa kantuknya. Mobil berhenti di pertigaan Panghegar. Dia berlari sekuat tenaga. Semoga saja dia masih ada di pesantren.
Ahz memasuki gerbang pesantren. Sebuah mobil hitam lewat melaluinya. Kaget. Perempuan itu ada didalam mobil hitam itu. Ahz menunjuk mobil hitam itu dengan perasaan was-was. “AAAAaaaaaaaaaaa” ahz berteriak sekuat tenaga. Satpam yang berjaga di pos langsung menghampirinya. Mobil hitam itu pun juga berhenti.
“kamu kenapa teriak malam-malam” tanya Satpam
Ahz tidak mendengarkannya. Seseorang turun dari mobil. Perempuan itu. Ahz berlari menjauh sekuat tenaga. Satpam mengikutinya di belakang. “ah, kenapa aku harus menghindarinya” Ahz berhenti berlari.
Satpam memukul Ahz dengan tongkatnya
“kamu kenapa ditanya malah lari”
“maaf pak, urusannya panjang” Ahz berlari lari menuju gerbang. Tapi sayangnya, mobil hitam itu sudah tidak ada lagi.
“Tidaaaaak” Ahz kembali teriak.
Satpam memukulnya lagi, tapi kali ini lebih keras.
“sekarang coba ceritakan apa masalahmu?” tanya satpam
Akhirnya Ahz menceritakan semuanya kepada satpam yang bernama Heri. Ada rasa prihatin dan juga kasihan muncul di hati satpam itu.
Penyesalan. Memang selalu menyakitkan.
Ahz berpamitan kepada Satpam. Sudah tidak ada lagi alasan Ahz untuk tetap dibogor. Dan lagi Ahz harus meminta maaf kepada tiga orang sahabatnya karena meninggalkan mereka tanpa berpamitan.
Ini sudah terlalu malam. Rasa kantuk Ahz rasanya ingin meledak. Sejak kemarin dia belum tidur. Tidak mungkin dia memaksanya untuk terjaga lebih dari ini. mungkin Ahz harus bermalam disini. Menikmati sisa-sia kenangan dulu di saat dia masih sekolah.
Bintang-bintang mengantar Ahz untuk memasuki alam mimpi. Tas gendongya dia jadikan bantal. Tidur menumpang di pos satpam. Semoga saja tidurnya bisa nyenyak
…………..
“eh, bukannya dia kakak Ahz” seorang perempuan kecil memperhatikan tidur Ahz.
Perempuan itu iseng-iseng mengerjainya. Ahz menggendong tas kamera.
“oh, iya. Dulukan dia pernah nawarin aku buat jadi model”
Tangan jahilnya diam-diam mengambil kamera itu dari pelukan Ahz. Bersiap untuk memotret. Perempuan itu mencipratkan air ke wajah Ahz. Reflek. Ahz langsung terbangun dari tidurnya.
Cekrek.
Flashlight mengagetkan Ahz yang masih setengah sadar. Kesempatan bagi perempuan itu untuk memotret adegan lucu Ahz.
Ahz mengusap wajahnya. Kemana kamera yang Ahz peluk. Perempuan itu masih asik memotret Ahz. Dengan cepat Ahz merebut kamera kesayangnya. Kemana satpam. Mengapa bisa ada pengusik disini. Batin Ahz.
“kamu siapa?” tanya Ahz
“Masa kakak lupa sama Aku”
“emang kamu siapa?”
“ih,, ini aku,, perempuan yang dulu pernah kakak minta buat jadi model”
“model, emang kapan aku pernah minta seseorang buat jadi model”
“ih dasar pelupa”
“tunggu-tunggu, memangnya kapan aku pernah nawarin kamu buat jadi model?”
“empat tahun lalu”
“ah, mungkin aku sudah lupa”
“trus nama aku juga kakak lupa?”
“iya, aku lupa kamu siapa?”
Perempuan itu mengeluarkan sebuah majalah dari dalam tasnya. Majalah Missi. Membuka struktur redaksi. Menunjuk nama yang berada di urutan teratas setelah pembimbing. Amalia.
Ahz ingat nama itu. Tapi tidak ingat wajah perempuan yang ada didepannya. Sudah lama sekali tidak bertemu. Sekarang Lia sudah tumbuh besar.
“Amalia, benarkan”
“Akhirnya kakak ingat juga siapa aku. Ayo sekarang jadikan aku model kakak”
“ih ngarep banget kamu”
“kan dulu kakak pernah bilang mau ngejadiin aku model. Ayo buktikan kata-kata kakak”
“ya udah. sini biar aku foto. Berpose yang cantik yah” Ahz mulai mengambil gambar-gambar Lia.
Satpam shift pagi muncul. Pak Aep menggantikan posisi Heri yang berjaga semalaman.
Tak terasa berbagai macam pose hampir semua Lia praktikan. Pose-pose yang Lia praktikan tetap pada pendirian dan tetap berpegang teguh dengan prinsip agamnya.
“kakak,” panggil Lia.
“Ada satu pose yang belum Lia coba”
“kamu mau berpose apa lagi?” tanya Ahz.
“foto bareng kakak, please,, yah,, yah,,,” Lia memohon dengan memasang wajah paling imutnya.
“enggak ah” tolak Ahz.
“yakin enggak mau?” rayu Lia.
“iya enggak”
“kapan lagi kakak bisa foto bareng aku”
“ih, percaya diri banget kamu”
“kalau kakak enggak mau foto bareng aku, memory kamera kakak yang asli enggak akan aku berikan”
“hah.” Ahz kaget. Cepat-cepat dia membuka slot memory kameranya. “Sial. kartu memorinya diganti, cerdik juga kamu” didalam memory kameranya terdapat gambar-gambar tugas untuk majalah. Tidak mungkin dia kembali ke minggu lalu untuk mengambil gambar konser L’arc~en’Ciel. Foto-foto itu dia ambil dengan susah payah.
“siapa dulu dong, Lia”
“memang kenapa kamu mau foto bareng aku?” tanya Ahz.
“hmm,, anu,, aku” lidah lia jadi kelu.
“Ya sudah, Pak Satpam, boleh minta bantuan”
“bantu apa?” tanya Satpam yang bernam Aep.
“Ambil foto kita yah” pinta Ahz. Ahz memberikan kameranya kepada satpam Aep.
Ahz berdiri disebelah Lia. Jaraknya sekitar 1 meter. Lia mencoba mendekat. Tapi Ahz melarangnya “udah disitu, jangan deket-deket” Ahz memberi peringatan
“masa fotonya berjauhan sih”
“kamu ini banyak permintaan” andai saja memorynya aman ditangan Ahz. Mungkin dia sudah pergi sejak tadi.
Ahz berdiri disebelah Lia. Tapi kali ini jaraknya tidak lebih dari 5 jengkal. Ada perasaan was-was saat dia didekat Lia.
“ok, siap, senyum” Satpam memberi aba-aba “1…2….…”
Takut ada kejadian terburuk. Sebelum satpam menyebutkan angka 3. Takut-takut Lia langsung berbalik memeluk Ahz. Dia sudah bersiap-siap.
“3” satpam mengambil mode burst shoot.
Ternyata Lia melompat ke arah Ahz. Tangan Lia mencoba memeluk Ahz. Wajah Lia semakin mendekat ke Wajah Ahz. Kali ini dia berhasil mencegahnya. Lia tidak berhasil mencium Ahz. Ciuman Lia tepat mengenai telapak tangan Ahz. Ahz tidak kuat menahan beban Lia yang spontan melompat ke arah Ahz. Mereka berdua jatuh ke tanah. Badan Lia sedikit tertolong, tidak semua anggota tubug Lia yang terbentur tanah. Sedangkan Ahz harus menahan rasa sakit karena tertindih Lia. Satpam terus memotretnya dengan mode busrt shoot.
“Aww, sakit” Lia mengusap lututnya yang terbentur tanah.
“kamu kenapa lompat, sudah gila ya” Ahz memarahi Lia.
“maaf, aku hanya ingin punya foto yang berkesan dengan kakak”
“Ahz,” panggil Juno.
Ahz melihay Juno, Natsu dan Vhanz berdiri di pos satpam. Kaget. Sejak kapan mereka ada disini.
“Aahhzz” Suara Vhanz seperti tertahan. Sepertinya dia kecewa.
Vhanz berlari meninggalkan tempat itu. Vhanz tidak kuasa melihat adegan itu. Dia cemburu, karena dia juga suka terhadap Ahz. Sungguh cinta yang menyedihkan.
“Maaf, Lia, cepat bangun” Ahz mencoba berdiri.
“maaf Lia, tapi sepertinya aku harus segera pergi, boleh aku minta memoryku kembali”
Masih dengan perasaan sakit. Lia mengambil memory yang dia simpan di dalam kantung celananya. Lia menyerahkan memory itu ke Ahz.
Ahz mengusap rambut bagian atas Lia. “Jangan jadi perempuan yang jahil yah”
Segera semua barang-barang dibawa Ahz. Ketiga orang itu pergi. Keluar dari gerbang pesantren. Lia masih dengan posisi duduk ditanah. Ada perasaan senang dan juga sedih.
…………………………..
Vhanz duduk disebuah rumah makan yang terletak dipinggiran jalan Leuwiliang. Ahz meminta kepada Juno dan Natsu untuk menunggu. Ahz ingin menghampiri Vhanz sendirian. Sepertinya dia telah membuat perasaan Vhanz terluka.
Sebelum dia memasuki area rumah makan. Seorang perempuan memanggil. Suara yang sangat dia kenal. Suara yang sangat dirindukannya. Dan pemilik suara itu adalah orang yang sangat Ahz suka.
Perempuan itu mendekati Ahz.
“oh iya, semalam aku denger kamu teriak manggil nama aku. Tapi pas aku lihat, kamunya enggak ada. Aku kira hanya ilusi”
What, dia kenal suara Ahz. Sungguh luar biasa. Ahz kira perempuan itu akan lupa kepadanya. Ternyata dia salah besar.
“Kkamu, aku kira kamu sudah pulang,” Ahz agak sulit untuk mengatakannya.
“Oh iya, kamu belum tahu ya, minggu depan aku mau menikah dengan Zein, di bogor, di rumahnya Zein. Gunung batu”
Haaah, Serasa puing-puing cinta ingin retak. Mendengar perkataan perempuan itu membuat hati Ahz sakit.
“Oh,, Selamat ya, udah empat tahun enggak ketemu, sekarang kamu udah mau berkeluarga, hebat kamu, aku aja masih ngejomblo, hehehhehe” Ahz menyembunyikan kesedihannya dengan senyuman. Senyuman yang di paksakan.
Kini, adakah harapan yang masih bisa di pertahankan. Ketika kemungkinan terburuk adalah jawaban dari sebuah penantian. Mungkinkah untuk tetap menyukai seseorang yang mau berkeluarga.
Kini hanya ada penyesalan dalam hati Ahz. Penyesalan yang lebih menyakitkan dari penyesalan-penyesalan sebelumnya.
Ahz melambaikan tangan perpisahan kepada perempuan itu. Perempuan itu pergi meninggalkan Ahz yang masih berdiri di depan rumah makan. Perempuan idaman sepanjang masa. Dialah inspirasi Ahz untuk selalu kreatif dan terus berkarya.
Semua kenyataan dunia Ahz lupakan. Dia berjalan ketengah jalan raya dengan rasa kecewa. Mungkinkah mati lebih baik dari pada menerima kenyataan seperti ini.
“Ahz” teriak dengan sekuat tenaga.
Ahz kembali ke dunia kenyataan. Sebuah klakson mobil mengagetkannya. Dia langsung menghindar. Bergegas ke pinggir jalan.
Juno, Vhanz dan Natsu langsung menghampiri Ahz.
“Maafkan aku teman-teman, tadi aku melamun, sekarang, ayo kita kembali ke Jogja. Buat persiapan ujian semester akhir”
Ahz membuang semua kenyataan pahit. Tapi dia tidak bisa membuang rasa cintanya.
Komentar
Posting Komentar
Mari Berkomentar, Siapa Tahu Nanti Kita Ketemu Dijalan