Mengapa mereka masih di sini?
Dan kenapa pria tua malah membacakan hal yang sudah lama kulupakan?
Bukankah aku sudah tidak dibutuhkan lagi oleh mereka, mereka sendiri yang mengusirku.
*
bukankah dia, oh ya, Bunda, kenapa dia menangis. Jangan katakan kalau dia menangisi diriku. Buat apa menangisi diriku yang bahkan memikirkan mereka sekalipun tidak.
*
suster membuka tirai jendela. Sinar mentari pagi langsung menyinari ruangan. Aku hanya bisa merasakan sedikit kehangatan mentari.
"Altaf, kamu sudah sadar nak" suara pria tua. Dia baru menyadari kebangkitanku setelah dia menyelesaikan bacaannya. "syukurlah" bisiknya.
Bunda mengelap air mata yang membanjiri wajahnya.
"Altaf, kami semua mengkhawatirkanmu, syukurlah kamu sudah bangun" kata Bunda.
"bohong!" suaraku tidak bisa keluar, hanya bisa lewat hati.
Bunda memeluk diriku yang masih berbaring. Ingin sekali aku menghindar, tapi aku tidak bisa bergerak. Nyaris setengah lumpuh. Diriku masih terbalut.
Dan kenapa pria tua malah membacakan hal yang sudah lama kulupakan?
Bukankah aku sudah tidak dibutuhkan lagi oleh mereka, mereka sendiri yang mengusirku.
*
bukankah dia, oh ya, Bunda, kenapa dia menangis. Jangan katakan kalau dia menangisi diriku. Buat apa menangisi diriku yang bahkan memikirkan mereka sekalipun tidak.
*
suster membuka tirai jendela. Sinar mentari pagi langsung menyinari ruangan. Aku hanya bisa merasakan sedikit kehangatan mentari.
"Altaf, kamu sudah sadar nak" suara pria tua. Dia baru menyadari kebangkitanku setelah dia menyelesaikan bacaannya. "syukurlah" bisiknya.
Bunda mengelap air mata yang membanjiri wajahnya.
"Altaf, kami semua mengkhawatirkanmu, syukurlah kamu sudah bangun" kata Bunda.
"bohong!" suaraku tidak bisa keluar, hanya bisa lewat hati.
Bunda memeluk diriku yang masih berbaring. Ingin sekali aku menghindar, tapi aku tidak bisa bergerak. Nyaris setengah lumpuh. Diriku masih terbalut.
Komentar
Posting Komentar
Mari Berkomentar, Siapa Tahu Nanti Kita Ketemu Dijalan