Langsung ke konten utama

Hanya Ingin Pulang

Dalam langkah. Aku meratapi kepergian diriku yang entah ke mana harus dituju. Seakan nestapa terus mengalir dalam seni rupa wajah dunia. Aku terperangkap dalam dunia animasi. Otaku. Itulah kebanyakan orang menyebut diriku dan orang-orang yang sama sepertiku. Apa salahnya jadi Otaku? Tidak ada!
Yang salah hanya skala dan rasa yang terlalu berlebih. Menjadikannya cinta dunia dan lupa akan akhirat. Inilah kesalahan terbesar diriku. Lupa akan akhirat dan pergi menuju tempat jauh di dalam dunia.
Aliran air yang mengalir lurus keluar dari keran Masjid. Aku ingin kembali lagi ke mana diriku sebenarnya berada. Diriku yang dulu pernah menjadi seorang santri disebuah pesantren modern.
Ini kali pertamanya aku melakukan ibadah di negeri yang jauh dari tempat kelahiranku. Di Negeri penuh animasi dan warna yang menjadikanku buta akan dunia yang sebenarnya. Dalam doaku. Aku berharap semoga bisa pulang dan merasakan sejuknya air gunung yang mengalir disungai-sungai besar.
Tetesan air embun yang kurindukan kesegarannya. Kicauan burung liar yang terbang ke sana kemari mencari makanan. Ladang yang luas penuh dengan padi yang hijau. Dan juga langit yang kupandang diatas puncak Mahameru. Biarpun sama pemandangannya. Tapi rasa, tidak akan pernah sama.
Selesai melaksanakan Ibadah salat. Entah harus pergi ke mana. Rumahku yang dulu kupunya didaerah Kyoto. Sekarang sudah dijual untuk menutupi hutang perusahaan yang kubuat sendiri.
Sekarang diriku seperti gelandangan. Ke sana kemari tanpa tentu arah. Biarpun aku punya banyak teman, tapi aku tidak bisa menyusahkan mereka lebih lama lagi.
Dulu. Negara ini yang selalu aku idam-idamkan. Negara yang penuh dengan animasi yang sangat aku kagumi. Tapi aku terlalu larut dalam dunianya dan terlalu mementingkan hiburan dan lupa akan pekerjaan. Dan hasilnya, aku malah jadi pengangguran.
Warna merah mobil yang melesat diatas jalan penuh dengan tumpukan salju putih seakan mengingatkanku akan negara yang selama ini membesarkanku. Negara yang penuh dengan warna hijau keindahan alam.
Aku ingin pulang. Bukan pulang ketempat penampungan gelandangan yang disediakan oleh orang-orang dari pemerintahan. Tapi pulang ketempat negara yang pernah dijajah oleh negara ini.
Bagaimana caranya aku mendapatkan uang untuk pulang. Jika untuk makan saja aku sudah susah. Aku ingin mengakhiri hidupku dengan bunuh diri. Seperti kebanyakan orang-orang dinegara ini. Tapi, keyakinanku dan keimananku mencegah diriku untuk berbuat nekat.
Hanya bisa bersabar dan terus melangkah. Langkah. Dan langkah. Sepertinya itu satu-satunya pekerjaanku saat ini yang masih belum bisa menghasilkan apa-apa selain dari keringat.
“Arggghhh. Dunia ini. Waktu. Zaman. Kenapa semuanya seperti menghina diriku yang telah gagal hidup didunia sebagai manusia yang beragama. Nyawa ini. Hanya sekali. Diri ini. Biarkan diri ini beriman kembali. Dan tolonglah. Aku ingin pulang.” Aku berteriak sekeras-kerasnya.
Pandanganku memudar.  Mungkin ini efek dari belum makan selama seminggu ini. Tenaga dikakiku seakan ingin terlepas. Kaki kiriku. Sudah tidak kuat menanggung berat badanku. aku kehilangan keseimbangan.
Matahari. Tanganku seakan ingin menggapainya. Mencoba untuk  berpegangan kepada langit. Tapi langit seakan menjauh. Ataukah diriku yang mulai menjauh. Aku terjatuh. Ditengah jalanan kota. Dan meninggalkan kesadaran.
Gelap. Hanya ada warna hitam yang kulihat disekelilingku. Warna gelap itu kini muai memudar sedikit demi sedikit. Hingga cahaya yang paling terang kulihat di atas. Aku ingin menggerakan tanganku untuk menggapainya. Tapi aku tidak bisa. Seakan diriku terkunci untuk bergerak. Berulang kali aku mencobanya. Lelah.
Akankah ini akhir. Tapi, masih banyak hal yang ingin kulakukan sebelum aku mati. Banyak. Bahkan terlalu banyak dan bahkan umurku tak sanggup untuk menyelesaikannya.
“kamu sudah sadar?”
Suara siapa itu. Mataku masih belum bisa terbuka sepenuhnya.
“Altaf?”
Kenapa dia tahu namaku?
Samar-samar wajah orang yang memanggil namaku. Juno. Teman baikku.
“aku melihatmu teriak-teriak seperti orang putus asa. kamu merindukan negara asalmu ya?”
Tentu saja. Tapi mulutku belum bisa mengutarakan apa yang ingin kuucapkan.
“kebetulan aku mendapat tugas untuk berbisnis ke Indonesia. Atasanku mengizinkanku untuk membawamu pergi ke negara asalmu”
Apakah aku tidak salah dengar. Apakah ini anugerah. Tanpa sadar air mata keluar dari mataku. Ini adalah sesuatu yang selama ini aku tunggu. Terima kasih Ya Allah. Maafkan diriku yang selama ini pergi menjauh dari-Mu.
Terima Kasih. Hanya bisa ku ucapkan dalam hati dan tersenyum dalam diam. Senyuman yang terlihat diwajahku membuat Juno juga ikut tersenyum.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ashabul Maimanah

AdeHaze Dan Sebuah Logo

Setelah bertahun-tahun lamanya, waktu aku masih menggunakan adehaze.blogspot.com, waktu aku masih belum terlalu terjerumus dalam dunia komputer dan internet. Banyak hal yang kulakukan karena ingin tahu dan juga hobi. Entah sudah berapa lama kugunakan wajah Makoto Kikuchi sebagai logo dari blog ku yang dulu. Alasan kugunakan wajahnya sih, sederhana. Karena gambar itu bagus, dan gambar itu juga punya cerita dalam kehiduanku. Dan aku sendiri perlahan ingin mencari logo yang benar-benar bisa menggambarkan AdeHaze itu sendiri. Tapi, dengan kemampuan desain ku yang masih dibilang maih balita ini, aku perlahan ingin mencari jati diri pada diriku sendiri. Mencari jati diri juga ada tempatnya, dan kompas penunjuk jalanku tak memberikanku jalan yang tepat, hingga membuatku tersesat hingga bertahun-tahun lamanya. Rasanya aku seperti menyia-nyiakan sisa waktu yang aku punya. Dan entah kenapa, selama beberapa tahun ini, aku lebih percaya diri menggunakan nama "AdeHaze" ...

Sabtu Siang

Penghuni kelas yang cukup ramai, XII IPS 1. Hanya penuh ketika wali kelas mengsi kelas. Wajar, diriku pun juga sama, hanya mengisi apa yang perlu di isi dikelas. Diriku yang lelah sama huruf Arab sama sekali tidak tertarik untuk memperdalam ilmu nahwu sharaf. Aku lebih suka belajar bahasa Inggris dan juga bahasa Jepang. Yang kulakukan ketika guru atau yang biasa di pesantren disebut Ustad, datang dengan buku kekuningan yang selalu dia bawa ketika pelajarannya. Duduk paling belakang dan langsung ambil ancang-ancang untuk membuka buku faforitku. Shonen Jump . Inilah yang paling menarik. Bagusnya Ustad yang mengajar pelajaran tata bahasa Arab Nahwu orangnya kalem, jadi aku bisa dengan tenang membaca Komik. Tapi aku lebih suka menyebutnya ini Manga. Kenapa, ya inilah bahasa Jepang. Shonen jumpa sendiri yang kupunya keluaran dua bulan yang lalu. Sebenarnya sih aku sudah membaca semua manga yang ada di dalamnya, sekedar untuk menghibur diri. Saat seru-serunya membaca Fairy Tail, ustad menegu...