Terlelap dalam alunan nada. Senandung raga ikut bernyayi. Terdiam dan merasakan kehampaan nada yang terdengar menyayat hati. Teringat akan hal lalu, mencoba bangkit. Tapi tetap dalam keadaan berbaring.
Terdiam sejenak. Kembali melirik waktu. Tidak banyak yang tersisa. Hanya waktu yang terasa panjang. Sobakasu.
Akankah waktu yang kumiliki masih cukup untuk berbicara dengannya. Sedangkan diriku tidak dapat bangkit dari peristirahatan. Seakan ingin menangis, tapi aku mencoba tetap tegar. Biarpun aku tahu, ini adalah hari terakhir. Sempatkah aku menyatakan rasa kepada seseorang yang sebentar lagi menikah.
Ku tepis keraguanku. Ponsel yang tergeletak di atas meja kuraih. "Ass, bisa ngobrol bentar gak" pesan singkat, kukirimkan kepadanya. Lama ku menunggu jawaban. Ragu, diriku mencoba menghubunginya. Tidak di angkat. Apakah dia terlalu sibuk hingga dia tidak bisa menjawab telponku?.
Kusadari, seseorang yang penyakitan sepertiku memang tak pantas untuk memilikinya. Tapi, setidaknya dia mau jujur terhadap perasaanya. Ungkapkanlah kepadaku, apakah kamu mencintaiku atau sebaliknya?.
Rembulan yang kulihat dari balik jendela kamar rumah sakit, seakan terasa sendu. Kelam. Kesaksian tanpa jawaban, ungkapan tanpa pernyataan. Terisak dalam hati. Tertusuk hingga tak sanggup berdiri. Dirinya yang disana, apakah dia bahagia dengan pernikahannya?.
Jiwaku. Rasa cintaku sulit untuk menghilang dari diriku. Karena dirimu yang pertama untukku, dan juga yang terakhir. Biarpun banyak nada yang berbeda, tapi kamu tetap bergema dengan nada yang kusuka. Sulit untuk mencari penggantimu. Tahukah kamu. Saat kudengar kamu akan menikah. Sakit teriris sepi. Mengetahui diriku seperti dilupakan oleh dirimu. Apakah diriku memang pantas engkau lupakan?.
Kebahagianku, memang ada dalam dirimu. Tapi, bagaimana aku bisa bahagia jika dirimu tidak memiliku. Aku bukanlah satu-satunya yang mengharapkan kebahagianmu. Tapi, aku satu-satunya orang yang menunggumu dengan jawabanmu. Kamu membuatku lama menunggu. Sakit.
Terdiam sejenak. Kembali melirik waktu. Tidak banyak yang tersisa. Hanya waktu yang terasa panjang. Sobakasu.
Akankah waktu yang kumiliki masih cukup untuk berbicara dengannya. Sedangkan diriku tidak dapat bangkit dari peristirahatan. Seakan ingin menangis, tapi aku mencoba tetap tegar. Biarpun aku tahu, ini adalah hari terakhir. Sempatkah aku menyatakan rasa kepada seseorang yang sebentar lagi menikah.
Ku tepis keraguanku. Ponsel yang tergeletak di atas meja kuraih. "Ass, bisa ngobrol bentar gak" pesan singkat, kukirimkan kepadanya. Lama ku menunggu jawaban. Ragu, diriku mencoba menghubunginya. Tidak di angkat. Apakah dia terlalu sibuk hingga dia tidak bisa menjawab telponku?.
Kusadari, seseorang yang penyakitan sepertiku memang tak pantas untuk memilikinya. Tapi, setidaknya dia mau jujur terhadap perasaanya. Ungkapkanlah kepadaku, apakah kamu mencintaiku atau sebaliknya?.
Rembulan yang kulihat dari balik jendela kamar rumah sakit, seakan terasa sendu. Kelam. Kesaksian tanpa jawaban, ungkapan tanpa pernyataan. Terisak dalam hati. Tertusuk hingga tak sanggup berdiri. Dirinya yang disana, apakah dia bahagia dengan pernikahannya?.
Jiwaku. Rasa cintaku sulit untuk menghilang dari diriku. Karena dirimu yang pertama untukku, dan juga yang terakhir. Biarpun banyak nada yang berbeda, tapi kamu tetap bergema dengan nada yang kusuka. Sulit untuk mencari penggantimu. Tahukah kamu. Saat kudengar kamu akan menikah. Sakit teriris sepi. Mengetahui diriku seperti dilupakan oleh dirimu. Apakah diriku memang pantas engkau lupakan?.
Kebahagianku, memang ada dalam dirimu. Tapi, bagaimana aku bisa bahagia jika dirimu tidak memiliku. Aku bukanlah satu-satunya yang mengharapkan kebahagianmu. Tapi, aku satu-satunya orang yang menunggumu dengan jawabanmu. Kamu membuatku lama menunggu. Sakit.
Komentar
Posting Komentar
Mari Berkomentar, Siapa Tahu Nanti Kita Ketemu Dijalan