Langsung ke konten utama

Tak Seperti Biasanya

Tak seperti biasanya, hari ini aku tak membuat secangkir kopi ataupun teh, tapi hanya satu teko penuh dengan air teh yang kucampur dengan satu balok es yang kubeli dari warung samping kontrakanku. 
Karena harus kamu ketahui, entah mengapa air es dipagi hari cukup menyegarkan diriku yang selalu merasa kepanasan ini. Biarpun terkadang ini bukan sekedar panas dalam biasa, mungkin bisa kita katakan, jiwaku yang terbakar, atas semua dosa-dosa lalu yang telah kuperbuat ini, diriku kadang tak merasakan apa-apa selain penyesalan semu yang biasa.
Bisa dikatakan sebagai setan yang selalu ingin dipandang baik sebagai sesosok malaikat bersayap hitam, karena diriku selalu saja menutup kebenaran dengan apa yang terjadi terhadap diriku dari orang tuaku. Yah, aku memang cukup pengecut untuk mengatakan kebenaran. Aku tak bisa berterus terang apa adanya.
Pernah sekali aku mengatakan kebenaran yang cukup membuat telinga orang tuaku bergetar. Ada rasa, sebuah gangguan yang wajar di alami oleh orang tuaku, dan kata-kataku cukup untuk membuat orang tua ku menangis.
Aku mendengar Ayahku menangis dari kejauhan sana, biarpun aku hanya sekedar mendengarnya dari suara ponsel, tapi terasa menusuk kedalam hatiku. Yah, memang aku tak mengatakannya langsung, aku hanya mengatakannya lewat suara ponsel.
Karena dari kejauhan ini, hatiku terasa remuk, dan amat teramat butuh untuk mengatakan kebenaran. Pada saat itu aku merasa seperti ketakutan, dan ingin mengadukan diriku kepada orang tuaku.
Tapi apa coba yang mereka katakan, mereka memaafkanku. Yah, mereka benar-benar memaafkan diriku atas yang telah kuperbuat. Aku merasa malu atas diriku sendiri, dosa yang telah kuperbuat dimaafkan begitu saja tanpa mendapatkan balasan atau hukuman yang setimpal.
Ayah dan Bunda, mereka terlalu luar biasa untuk mengizinkanku menjadi anak mereka. Sempat terpikirkan olehku, Apakah aku pantas menjadi bagian dari keluarga ini, kenapa tidak sebaiknya aku mati saja.
Tapi kasih sayang mereka, terlalu silau dimataku yang selalu memandang kegelapan ini. Biarpun aku tahu ini tidak segelap dari apa yang orang-orang pernah rasakan. Tapi menurutku ini sudah cukup gelap, mengingat diriku dibesarkan dari keluarga yang luar biasa. Tapi entah kenapa aku malah beralih kejalur yang tidak diajarkan oleh kedua orang tua, justru merupakan larangan yang diberikan kepadaku.
Yah, memang seperti inilah diriku, kadang aku selalu ingin mencoba apa yang baru dalam hidupku, dan itu merupakan sebuah langkah bodoh jika tidak melihat konsekuensi dari setiap tindakan yang aku ambil.
Dan pada akhirnya, aku hanya bisa meminta maaf, lagi dan lagi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ashabul Maimanah

AdeHaze Dan Sebuah Logo

Setelah bertahun-tahun lamanya, waktu aku masih menggunakan adehaze.blogspot.com, waktu aku masih belum terlalu terjerumus dalam dunia komputer dan internet. Banyak hal yang kulakukan karena ingin tahu dan juga hobi. Entah sudah berapa lama kugunakan wajah Makoto Kikuchi sebagai logo dari blog ku yang dulu. Alasan kugunakan wajahnya sih, sederhana. Karena gambar itu bagus, dan gambar itu juga punya cerita dalam kehiduanku. Dan aku sendiri perlahan ingin mencari logo yang benar-benar bisa menggambarkan AdeHaze itu sendiri. Tapi, dengan kemampuan desain ku yang masih dibilang maih balita ini, aku perlahan ingin mencari jati diri pada diriku sendiri. Mencari jati diri juga ada tempatnya, dan kompas penunjuk jalanku tak memberikanku jalan yang tepat, hingga membuatku tersesat hingga bertahun-tahun lamanya. Rasanya aku seperti menyia-nyiakan sisa waktu yang aku punya. Dan entah kenapa, selama beberapa tahun ini, aku lebih percaya diri menggunakan nama "AdeHaze" ...

Sabtu Siang

Penghuni kelas yang cukup ramai, XII IPS 1. Hanya penuh ketika wali kelas mengsi kelas. Wajar, diriku pun juga sama, hanya mengisi apa yang perlu di isi dikelas. Diriku yang lelah sama huruf Arab sama sekali tidak tertarik untuk memperdalam ilmu nahwu sharaf. Aku lebih suka belajar bahasa Inggris dan juga bahasa Jepang. Yang kulakukan ketika guru atau yang biasa di pesantren disebut Ustad, datang dengan buku kekuningan yang selalu dia bawa ketika pelajarannya. Duduk paling belakang dan langsung ambil ancang-ancang untuk membuka buku faforitku. Shonen Jump . Inilah yang paling menarik. Bagusnya Ustad yang mengajar pelajaran tata bahasa Arab Nahwu orangnya kalem, jadi aku bisa dengan tenang membaca Komik. Tapi aku lebih suka menyebutnya ini Manga. Kenapa, ya inilah bahasa Jepang. Shonen jumpa sendiri yang kupunya keluaran dua bulan yang lalu. Sebenarnya sih aku sudah membaca semua manga yang ada di dalamnya, sekedar untuk menghibur diri. Saat seru-serunya membaca Fairy Tail, ustad menegu...